 
		
		
        
            Ditulis Oleh Wahid SUharmawan
 
Bayangkan sebuah sesi konseling dengan 
konseli yang bersikap negatif bahkan menolak sesi konseling, atau 
konseli yang menutupi masalah yang sesungguhnya, atau bahkan konseli 
yang tidak mengetahui apa sesungguhnya masalah yang ia hadapi. Bayangkan
juga sebuah sesi konseling yang terasa membosankan dan tidak membuat 
banyak kemajuan bagi konseli. Menghadapi keadaan ...seperti ini, apa 
yang dapat konselor lakukan untuk membantu konseli? Interaksi konseling 
seperti apa yang dapat diciptakan konselor agar konseli dapat terlibat 
aktif selama sesi konseling? Bagaimana menciptakan sesi konseling yang 
efektif?
 Terdapat 7 kesalahan yang umum dilakukan konselor yang 
menyebabkan sesi konseling menjadi membosankan dan tidak efektif 
(Jacobs,1994), yaitu:
 
 1. Melakukan refleksi terlalu banyak 
daripada yang diperlukan.
 2. Mendengarkan terlalu banyak cerita 
konseli.
 3. Jarang menginterupsi konseli.
 4. Tidak fokus dalam 
sesi konseling.
 5. Menunggu terlalu lama untuk melakukan fokus atau 
funnel.
 6. Tidak menggunakan teori konseling, menggunakan “hope 
method” dalam konseling
 7. Jarang menggunakan alat bantu yang 
kreatif dan tidak bersifat multisensori.
 
 Untuk membangun 
interaksi konseling yang lebih aktif dan efektif dikembangkanlah sebuah 
pendekatan konseling kontemporer yang disebut sebagai Impact Counseling.
Impact Counseling merupakan pendekatan konseling yang dikembangkan oleh
Edward Jacobs, Ph.D, LPC, berdasarkan pengalaman praktek konseling 
selama 40 tahun. Edward Jacobs, Ph.D, LPC, merupakan pendiri dan 
direktur organisasi Impact Counseling Associates yang saat ini terutama 
berkembang di Amerika Serikat dan Kanada. Saat ini Beliau juga menjabat 
sebagai ketua program pendidikan profesi konseling di West Virginia 
University (WVU) Amerika Serikat.
 
 Selain melakukan praktek 
konseling secara pribadi (private practice) serta mengajar dan melakukan
riset di WVU, beliau banyak melakukan pelatihan bagi konselor sekolah 
dan konselor klinis di seluruh penjuru Amerika Serikat dan Kanada. Pada 
tahun 2011, Impact Counseling mulai dikembangkan di Indonesia melalui 
organisasi Indonesia Impact Couseling yang didirikan dan dipimpin oleh 
Ahmad Ali Rahmadian, M.Pd dan Elvi Noviawati, M.Pd., yang merupakan 
murid langsung Edward Jacobs, Ph.D, LPC. Saat ini keduanya juga aktif 
dalam membangun sekolah mereka sendiri yaitu PG-TK-SD-SMP-SMA Albiruni 
Cerdas Mulia serta melakukan banyak sesi konseling dalam rangka membantu
anak, remaja, orang dewasa, dan keluarga.
 
 Impact Counseling 
merupakan pendekatan kreatif dalam konseling yang bersifat multisensori 
dan memadukan beragam pendekatan dalam konseling seperti konseling 
dengan pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT), Gestalt, 
Transactional Analysis, dan Reality Therapy.
 
 Dalam Impact 
Counseling, proses perkembangan dan kemajuan pemahaman konseli selama 
sesi konseling diukur dengan menggunakan Depth Chart (Jacobs, 1992). 
Depth Chart merupakan sebuah skala 10-1 yang berfungsi sebagai alat 
dalam mengevaluasi kedalaman sesi konseling. Skala 10 menggambarkan isu 
yang diangkat oleh konseli berada pada tingkat permukaan yang tidak 
menunjukkan masalah yang sesungguhnya. Sesi konseling dianggap berhasil 
apabila konselor dapat melakukan funneling sehingga konseli dapat 
mencapai tingkat kedalaman 7 atau kurang. Semakin dalam sesi konseling 
semakin tergambar masalah konseli yang sesungguhnya, sehingga dapat 
membawa konseli kepada pemahaman/wawasan (insight) baru dan solusi bagi 
masalah konseli.